Home Business Solution Cisco: Hanya 39% Organisasi di Indonesia Siap Hadapi Risiko Keamanan Siber

Cisco: Hanya 39% Organisasi di Indonesia Siap Hadapi Risiko Keamanan Siber

Hanya 39% dari organisasi di Indonesia yang memiliki kesiapan keamanan siber di level ‘matang’ yang dibutuhkan saat ini. Hal ini terungkap dalam laporan Cybersecurity Readiness Index Cisco (NASDAQ: CSCO) yang pertama kalinya dirilis hari ini. Laporan ini menyoroti dimana bisnis berjalan dengan baik dan dimana kesenjangan kesiapan keamanan siber akan melebar jika bisnis global dan pemimpin keamanan tidak mengambil tindakan.

Organisasi-organisasi sudah beralih dari model operasional yang sebagian besar statis – dimana pekerja mengoperasikan pekerjaannya melalui satu perangkat dari satu lokasi, terhubung ke jaringan statis – ke dunia hybrid di mana mereka semakin banyak bekerja menggunakan beberapa perangkat di lokasi yang berbeda, terhubung ke beberapa jaringan, mengakses aplikasi di cloud dan dalam perjalanan, dan menghasilkan jumlah besar data. Ini memberikan tantangan keamanan siber baru dan unik bagi perusahaan.

Laporan ini mengukur kesiapan perusahaan-perusahaan dalam menjaga daya tahan keamanan siber dalam menghadapi ancaman modern. Pengukuran ini mencakup lima pilar utama yang membentuk garis dasar pertahanan yang dibutuhkan, yakni identitas, perangkat, jaringan, beban kerja aplikasi dan data, serta meliputi 19 solusi berbeda dalam pilar-pilar tersebut.

Indonesia berada di tingkat teratas di dunia dalam hal kematangan (39%), dengan kinerja jauh di atas rata-rata global 15% terkait kesiapan keamanan siber. Sekitar 28% perusahaan di Indonesia berada di tingkat Pemula atau Formatif. Meskipun kondisi organisasi di Indonesia lebih baik dibandingkan rata-rata global, jumlahnya masih sangat rendah, mengingat risikonya.

Kesenjangan kesiapan ini terlihat jelas, karena 96% responden memperkirakan insiden keamanan siber akan mengganggu bisnis mereka dalam 12 hingga 24 bulan ke depan. Biaya yang dikeluarkan karena ketidaksiapan bisa sangat besar, karena 55% dari responden mengaku mengalami insiden keamanan siber dalam 12 bulan terakhir, dan 35% dari mereka yang terdampak mengatakan insiden tersebut merugikan setidaknya USD500,000.

Para pemimpin bisnis harus menetapkan garis dasar ‘kesiapan’ di lima pilar keamanan untuk membangun organisasi yang aman dan tangguh. Kebutuhan ini sangat penting mengingat 93% responden berencana meningkatkan anggaran keamanan mereka setidaknya 10% dalam 12 bulan ke depan. Dengan membangun tindakan proaktif dan merencanakan investasi yang tepat dalam teknologi keamanan siber, bisnis di Indonesia dapat menghadapi tantangan keamanan siber modern dengan lebih baik.

Image by tirachardz on Freepik