Belakangan ini, ramai diperbincangkan kasus tewasnya remaja penghadang truk demi konten “Challenge Malaikat Maut” yang tengah viral di media sosial Tiktok. Tidak hanya sekali terjadi, aksi tersebut telah berulang kali dilakukan dan memakan korban jiwa di berbagai tempat, seperti di Banten, Bandung, dan Bekasi. Menanggapi fenomena tersebut, Faiz Rahman, peneliti Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada menekankan bahwa diperlukan perhatian serius dari berbagai pihak, baik platform media sosial, pemerintah, orang tua, dan masyarakat secara umum.
Di tengah masifnya era digitalisasi, media sosial berperan bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, media sosial berperan sebagai sarana komunikasi. Di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi titik berangkat terjadinya malapetaka. Saat ini, banyak orang mencoba peruntungan untuk menjadi viral di media sosial dengan membuat konten. Tidak jarang, tren viral yang diikuti masyarakat merupakan sesuatu yang dapat membahayakan diri, khususnya apabila aksi tersebut diikuti oleh anak.
Terkait dengan penyebaran konten, media sosial tentu memegang peranan penting dalam menyaring konten yang dapat membahayakan keselamatan. Peneliti CfDS, Faiz Rahman, memaparkan, “Platform media sosial perlu lebih aktif dalam mendeteksi berbagai konten yang mendorong orang untuk melakukan aksi yang membahayakan keselamatan. Penegakan regulasi platform media sosial dan moderasi konten berbahaya menjadi salah satu langkah pertama dan utama yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebarluasan konten yang mendorong seseorang membahayakan keselamatan dirinya sendiri.”
Di sisi lain, edukasi literasi digital juga harus ditingkatkan. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah memiliki peranan yang signifikan dalam menyiapkan dan memfasilitasi kegiatan edukasi yang mumpuni bagi masyarakat. Berbagai kegiatan literasi digital yang telah dilakukan oleh lembaga pemerintah, bekerja sama dengan berbagai platform media sosial, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, hingga komunitas perlu untuk semakin dimasifkan guna meningkatkan literasi digital masyarakat. Selain itu, akomodasi literasi digital dalam kurikulum pendidikan formal juga semakin menunjukkan urgensinya, mengingat dampak negatif dari penggunaan media sosial semakin banyak menyasar anak-anak dan remaja.
Selain platform media sosial dan pemerintah, orang tua memiliki posisi yang sentral untuk mengedukasi anak dalam bermedia sosial. Maka dari itu, “Orang tua juga harus memiliki tingkat literasi digital yang mumpuni, sehingga dapat menjadi contoh dan memberikan edukasi yang maksimal bagi anaknya untuk dapat menyaring dan merespons berbagai informasi yang diterima. Orang tua juga perlu melakukan pengawasan dan memberikan pengertian kepada anak untuk tidak melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri untuk kepentingan konten media sosial.” lanjut Faiz. Insiden yang terjadi belakangan ini seharusnya juga dapat menjadi pelajaran bagi para pembuat konten untuk memperhatikan aspek keselamatan ketika membuat konten di media sosial.
Pada akhirnya, Faiz kembali mengingatkan bahwa pencegahan penyebaran konten yang membahayakan diri menjadi pekerjaan rumah bersama. Peningkatan literasi digital dan moderasi konten menjadi dua kunci utama yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak untuk meminimalisir dampak negatif dari penggunaan dan penyalahgunaan media sosial.