Taiwan, Kanada, Singapura, Korea Selatan, Georgia, dan Swedia menunjukkan bahwa coronavirus dapat dihentikan.
Pusat penyebaran pandemik virus corona tak lagi di Cina. Episentrum penyakit ini kini berpindah ke Amerika Serikat. Foreign Policy menyitir sebuah model epidemiologis yang dipublikasikan pada minggu lalu yang menunjukkan proyeksi mengkhawatirkan. Penyakit ini dapat menginfeksi jutaan penduduk Amerika dalam beberapa bulan mendatang, dan bisa menewaskan antara 100.000 dan 240.000 orang.
Beberapa pemimpin negara dikritik karena dianggap lamban dan tidak efektif dalam menangani wabah COVID-19 ini. Namun ada pula kisah sukses dari negara-negara seperti Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan yang relatif berhasil memperlambat COVID-19 sebelum tingkat infeksinya melonjak secara eksponensial. Lalu, apa yang negara-negara tersebut lakukan untuk menahan laju pandemik global terparah di abad 21 ini?
Taiwan
Kasus pertama virus corona di Taiwan tercatat pada tanggal 21 Januari. Namun hingga tanggal 2 April lalu, mereka mampu mempertahankan jumlah terkonfirmasi sebanyak 329 kasus dengan 5 angka kematian.
Pemerintah Taiwan bertindak cepat segera setelah mereka mendengar adanya penyakit misterius dari Wuhan, Cina. Taiwan yang letaknya hanya 161 kilometer dari Cina mulai memeriksa para pelancong yang datang dari Kota Wuhan mulai 31 Desember. Mereka juga membuat sistem pelacakan untuk yang melakukan isolasi mandiri. Mereka juga meningkatkan produksi peralatan medis pada bulan Januari dan tidak melakukan ekspor untuk kategori ini, termasuk masker wajah.
Hilton Yip dari Foreign Policy mengatakan bahwa Taiwan telah belajar dari masa lalu.
“Taiwan telah menghadapi berbagai hal dari negara raksasa tetangga mereka; hoaks, ancaman militer, hingga pembatasan informasi medis vital selama wabah SARS 2003. Mereka tahu harus melakukan penjagaan sepenuhnya ketika ada masalah besar muncul di Cina.” Pungkas Yip.
Korea Selatan
Negeri Ginseng ini menjadi salah satu negara dengan kasus Corona terbesar di luar Cina.
Mereka berhasil memperlambat laju kasus Corona baru tanpa melakukan lockdown atau mengunci negara. Pengujian massal menjadi kunci Korea Selatan dalam penanganan COVID-19. Negara dengan populasi penduduk 51 juta jiwa ini menguji lebih dari 20.000 orang setiap harinya di tempat pengujian yang telah ditentukan. Mereka juga menggunakan teknik isolasi dan pelacakan kontak secara luas untuk memutus rantai penularan, seperti yang direkomendasikan oleh WHO.
Korea Selatan menunjukkan bagaimana model ini pada akhirnya berhasil mengurangi penyebaran, menghilangkan tekanan pada layanan kesehatan, dan menjaga tingkat kematiannya di Korea Selatan sebagai salah satu yang terendah di dunia,” tulis Sridhar dari Foreign Policy.
Singapura
Sementara negara-negara tetangganya di Asia Tenggara terus melaporkan kasus-kasus infeksi baru, Singapura telah berhasil menekan laju COVID-19. Per 6 April, negara ini mencatat total 1.189 kasus COVID-19 dengan 5 kematian.
Menurut Dale Fisher, Ketua Organisasi Kesehatan Dunia WHO, Singapura memanfaatkan jeda waktu saat China pertama kali melaporkan kasus COVID-19 di kota Wuhan sehingga dapat dengan cepat mengidentifikasi dan mengisolasi kasus yang terjadi di Singapura.
Di bulan Januari dan Februari, Singapura sangat aktif dalam mempersiapkan diri. Fisher menguraikan beberapa langkah-langkah Singapura, termasuk upaya mengisolasi dan mengkarantina kasus, melacak kontak – mengidentifikasi dan mengisolasi mereka yang kontak dekat dengan pasien yang terinfeksi, dan mempraktikkan social distancing.
Walaupun Singapura telah menerapkan langkah-langkah yang lebih ketat dalam beberapa hari terakhir, Singapura belum melakukan penutupan total. Sekolah dan bisnis tetap terbuka, sementara pelaku usaha mendorong untuk karyawan untuk melakukan pekerjaan dari rumah. Mereka juga melakukan tindakan pencegahan lainnya seperti pemeriksaan suhu reguler di tempat kerja dan memberlakukan rencana bisnis berkelanjutan.
Kanada
Di Barat, Kanada melakukan pengujian yang lebih luas dibanding negara tetangga Amerika Serikat. Pada bulan Januari dan Februari, Kanada mulai menyiapkan infrastruktur untuk melakukan tes dan pelacakan kontak. Respon awal yang cepat ini merupakan hasil dari pengalaman Kanada dalam menangani wabah SARS pada tahun 2003.
Seperti diketahui, Kanada merupakan satu-satunya negara di luar Asia yang melaporkan kematian akibat virus tersebut.
Kanada memiliki sistem perawatan kesehatan publik yang didanai dengan baik, dan cakupan kriteria penduduk yang dapat diuji COVID-19 tidak terbatas seperti di Amerika Serikat. “Kanada telah menghabiskan dua dekade terakhir mempersiapkan momen ini,” tulis Justin Ling dari Foreign Policy . “Dengan memahami kasus lebih awal dan menyelidiki asal-usulnya, Kanada telah menumpulkan dampak Corona sejauh ini.”
Georgia
Kisah sukses datang dari negara yang tak terduga, Georgia. Negara kecil yang tengah berjuang membangun perekonomiannya tersebut mulai mengambil langkah-langkah serius pada akhir Februari, termasuk menutup sekolah dan melakukan tes diagnostik secara luas.
Georgia sejauh ini mengkonfirmasi 117 kasus dan tidak ada kematian akibat COVID-19. “Saya pikir fakta bahwa pemerintah menganggapnya serius sejak awal telah membantu (penanganan virus Corona-red),” kata wartawan Georgia Natalia Antelava. Begitu juga pola pikir Georgia. “Georgia adalah negara yang terbiasa dengan krisis dan telah melalui perang saudara dan invasi Rusia pada 2008 dan periode yang sangat gelap selama tahun 90-an setelah runtuhnya Uni Soviet,” kata Antelava.
Swedia
Saat sebagian negara Eropa melakukan Lockdown, tidak demikian halnya dengan Swedia. Negara yang telah memiliki 4.947 kasus COVID-19 per 2 April ini memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap rakyatnya.
Pemerintahnya yakin bahwa masyarakat di negerinya akan bertindak secara bertanggung jawab tanpa diperintahkan untuk melakukannya hal-hal yang diperlukan. Nathalie Rothschild dari Foreign Policy menyatakan, “ Ada harapan di sini bahwa warga negara akan menyesuaikan diri (dengan wabah ini), mereka akan mengambil tanggung jawab pribadi dan menghindari keramaian, bekerja dari rumah, menjaga jarak saat menggunakan transportasi umum, dan sebagainya, tanpa harus ditegaskan untuk melakukannya,” tulisnya.