Air di kanal-kanal Venesia mengalir jernih, terlihat beberapa ikan berenang melawan arus. Saat manusia terhenti, ritme alam terus berjalan.
Cerita serupa Venesia sedang bergaung juga di wilayah lain. Di seluruh dunia, tingkat polusi udara beracun menurun ketika banyak tempat melakukan lockdown dalam upaya untuk mengekang penyebaran sars-cov-2, virus yang menyebabkan pandemi penyakit baru yang disebut covid-19. Emisi gas rumah kaca mengikuti pola yang sama.
Salah satu contoh penurunan polusi terlihat nyata. Satelit yang mengamati kota-kota besar Tiongkok memperlihatkan penurunan dramatis nitrogen dioksida, -gas yang dihasilkan oleh mesin- , sejak Januari lalu.
Musim gugur ini bertepatan dengan seruan karantina di seluruh negeri, pembatasan perjalanan, dan penutupan pembangkit listrik dan pabrik. Nitrogen dioksida adalah salah satu peneybab masalah pernapasan. Jadi, penurunan levelnya jelas membawa manfaat. Penyebab iritasi paru lainnya – partikel jelaga halus – juga lebih rendah 20-30% di kota-kota itu pada bulan Februari tahun ini dibandingkan tiga tahun sebelumnya.
Membersihkan udara
Pola serupa juga muncul di tempat lain, dimana virus menyebar dan keputusan untuk lockdown diambil. Data satelit dari Italia mengungkapkan penurunan konsentrasi nitrogen-dioksida yang nyata, khususnya di lembah Po, fokus asli dari epidemi negara tersebut, dan di mana aturan perlindungan di rumah Italia diberlakukan pertama kali.
Korea Selatan juga mengalami penurunan mulai pertengahan Februari. New York City menunjukkan lalu lintas jam sibuk turun antara 13,5% dan 26% (data dari TomTom, sebuah perusahaan navigasi gps). Tidak mengherankan, jika kadar karbon-monoksida di kota itu turun setengah dari periode yang sama tahun lalu, demikian menurut para peneliti di Columbia University.
Penurunan drastis jumlah polutan berbahaya yang langsung berpengaruh bagi kesehatan manusia ini diharapkan diikuti dengan penurunan emisi polutan berbahaya yang lebih halus, gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
Tim di Columbia memang menemukan bahwa konsentrasi karbon dioksida di New York telah turun, antara 8-10% dibandingkan dengan Maret 2019. Di Cina, penghentian industri diperkirakan menyebabkan penurunan 25% dalam emisi CO2 pada Februari, dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2019.
Seorang yang optimis mungkin akan melihat perubahan ini bak secercah sinar mentari yang menyembul di antara awan yang sangat gelap. Tapi itu tergantung bagaimana ketika semuanya kembali normal.
Seperti yang dikatakan oleh François Gemenne dari University of Liège, Belgia, “iklim membutuhkan penurunan berkelanjutan dalam emisi gas rumah kaca, bukan libur (sesaat-red)”. Sayangnya, bukan saja hal itu tidak mungkin terjadi, tetapi respons terhadap krisis COVID-19 ini dapat dengan mudah memperburuk keadaan.
Bersambung ke bagian 2: COVID-19, Memberi Kesempatan Iklim Menjadi Lebih Baik (Bag 2)