Home Health Waspada Coronasomnia, Gangguan Susah Tidur Akibat Pandemi

Waspada Coronasomnia, Gangguan Susah Tidur Akibat Pandemi

Sudah bisa ditebak, Coronasomnia berasal dari rangkaian kata Corona dan Insomnia. Pandemi akibat virus Corona berpadu dengan gangguan susah tidur (insomnia).

Para ahli mengatakan ‘coronasomnia’ dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Rutinitas yang terganggu selama pandemi — anak-anak yang beraktivitas di rumah dan kamar tidur yang berubah fungsi menjadi ruang kerja, misalnya — bercampur dengan kecemasan soal keuangan dan sosial membuat sebagian orang tetap terjaga di malam hari.

Efek mendalam dari lamanya masa pandemi COVID-19 bisa memicu lonjakan insomnia (gangguan susah tidur) kronis, yang sebaiknya ditangani dengan terapi perilaku kognitif (pengetahuan dan pemahaman) daripada menggunakan obat tidur misalnya.

Beberapa profesional medis terlatih di bidang ini atau memiliki spesialisasi tentang pola tidur, namun bisnis asuransi kadang tidak mencover perawatan untuk gangguan jenis ini.

Jika tidak diobati, para ahli memperingatkan bahwa tren “coronasomnia” alias susah tidur selama masa pandemi corona ini dapat menyebabkan populasi yang terkena dampak menghadapi risiko tinggi mengalami tekanan darah tinggi, depresi, dan masalah kesehatan lainnya di masa mendatang.

“Pasien yang dulunya insomnia, pasien yang dulunya sulit tidur karena cemas, akan lebih banyak mengalami masalah. Pasien yang mengalami mimpi buruk akan memiliki lebih banyak mimpi buruk lagi, ”kata Alon Avidan, ahli saraf yang mengepalai Pusat Gangguan Tidur UCLA. “Dengan Covid-19, kami menyadari bahwa sekarang ada epidemi masalah tidur.”

Sebelum terjadi pandemi, gangguan kurang tidur sudah menjadi krisis kesehatan masyarakat di masyarakat dan memicu serangkaian penyakit.

Sekitar 10 sampai 15 persen orang di seluruh dunia menderita insomnia kronis dan berupaya keras agar bisa tidur setidaknya tiga malam seminggu selama tiga bulan atau lebih.

Pemicu insomnia jangka pendek seperti ini bisa macam-macam, dari bencana alam hingga serangan teroris.

Namun para ahli mengatakan dampak global pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan lamanya waktu kejadian meningkatkan tingkat insomnia kronis, yang jauh lebih sulit untuk diobati.

“Insomnia bukanlah masalah biasa. … Dampak insomnia pada kualitas hidup sangatlah besar, ”ujar Charles M. Morin, direktur Sleep Research Center di Université Laval di Quebec. IA menyerukan kampanye skala besar tentang nilai tidur untuk membendung krisis tidur selama masa korona.

“Kami mendengar banyak tentang pentingnya olahraga dan pola makan yang baik, tetapi tidur adalah pilar ketiga dari kesehatan yang berkelanjutan.”