Satelit Republik Indonesia pertama, SATRIA-1, telah berhasil diluncurkan pada 19 Juni 2023 dan saat ini berada di orbit 146 Bujur Timur (BT). Dengan kapasitas 150 Gbps, SATRIA-1 bertujuan untuk menyediakan layanan internet di 50.000 titik fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, dan kantor pos, untuk meningkatkan aksesibilitas internet di wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T). Peluncuran SATRIA-1 menjanjikan dampak besar bagi perekonomian digital di Indonesia.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi Indonesia adalah tingkat penetrasi internet yang belum merata. Data Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo menunjukkan bahwa pada tahun 2023, penetrasi internet di Indonesia baru mencapai 78,19 persen, dengan mayoritas terjadi di wilayah perkotaan. Wilayah pedesaan masih mengalami keterbatasan akses internet dengan tingkat penetrasi 79,79 persen. Dalam konteks ini, SATRIA-1 memiliki peran penting untuk membantu menuntaskan kebutuhan sinyal 4G di 9.113 desa 3T.
Project Manager SATRIA-1, Nia Asmady dari PT Pasifik Satelit Nusantara, menjelaskan bahwa proses pembuatan dan peluncuran SATRIA-1 memakan waktu lama dan memerlukan inovasi teknologi satelit terkini. Namun, ketekunan dalam membangun satelit ini akan memberikan dampak luar biasa bagi masyarakat Indonesia. Ketika jutaan orang terkoneksi secara teknologi, mereka juga akan terkoneksi secara sosial, politik, dan ekonomi, membuka peluang baru dalam perekonomian digital.
Namun, Prof. Henri Subiakto, Guru Besar Universitas Airlangga, menekankan bahwa SATRIA-1 bukanlah milik Kominfo atau BAKTI, melainkan milik Republik Indonesia. Oleh karena itu, kolaborasi dan koordinasi antara seluruh kementerian dan lembaga pemerintah sangat penting untuk memanfaatkan satelit ini sesuai dengan program transformasi digital yang sedang berlangsung.
Dalam upayanya untuk mencapai inklusi digital secara merata di wilayah 3T, SATRIA-1 akan menyediakan akses internet gratis bagi sekolah, rumah sakit, kantor pemerintah, dan fasilitas publik lainnya di wilayah tersebut. Ini akan memberikan kesempatan bagi masyarakat di wilayah 3T untuk mendapatkan akses terhadap informasi, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik secara online. Selain itu, satelit SATRIA-1 akan mendukung sektor-sektor strategis di wilayah 3T seperti pertanian, perikanan, pariwisata, pertambangan, dan energi dengan memberikan konektivitas yang andal dan berkualitas.
Sri Sanggrama Aradea, Kepala Divisi Infrastruktur Satelit BAKTI Kominfo, mengungkapkan bahwa BAKTI telah menyiapkan Hot Backup Satellite (HBS) sebagai infrastruktur cadangan SATRIA-1, yang akan beroperasi pada kuartal keempat tahun 2023 dengan kapasitas 80 Gbps melalui 7 stasiun bumi. Selain itu, ada rencana untuk membangun twin satellite bernama SATRIA 2A dan 2B pada tahun 2024-2026, yang diharapkan akan meningkatkan total kapasitas menjadi 300 Gbps untuk layanan internet yang lebih andal dan cepat.
Kolaborasi di antara berbagai pihak menjadi kunci untuk mensukseskan peran SATRIA-1 dalam memacu ekonomi digital di Indonesia. PT Pasifik Satelit Nusantara telah membuka kolaborasi dengan pemerintah, vendor, dan mitra layanan untuk memperkuat sinergi dalam memanfaatkan satelit ini. Hal ini juga mendapatkan dukungan dari para ahli dan akademisi seperti Prof. Henri Subiakto yang memperkuat urgensi kolaborasi ini.
Melalui inklusi digital dan kolaborasi yang kokoh, SATRIA-1 berperan sebagai pendorong utama perekonomian digital di wilayah 3T Indonesia. Dengan meningkatkan akses internet dan konektivitas berkualitas, satelit ini akan membuka berbagai peluang baru bagi masyarakat dan sektor-sektor strategis di wilayah tersebut. Dengan visi Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera di era digital, SATRIA-1 turut berkontribusi dalam mewujudkannya.