
Digitalisasi kini menjadi kata kunci di hampir semua lini kehidupan, termasuk dalam dunia literasi. Melihat realita tersebut, Dini Ayu, mahasiswa tingkat akhir dari program studi Business & Communication Management, LSPR Jakarta, menginisiasi sebuah langkah konkret: menggelar Sosialisasi Basic Skill E-Commerce bagi para pedagang buku konvensional di kawasan legendaris Kwitang, Jakarta Pusat.
Kegiatan ini bukan sekadar pelengkap tugas akhir non-tesis, melainkan sebuah bentuk dedikasi sosial untuk menjaga denyut ekosistem literasi yang tengah menghadapi tantangan zaman. Diselenggarakan di Workroom Coffee, sesi sosialisasi berlangsung dalam suasana santai namun sarat makna. Para peserta yang sebagian besar merupakan pelaku usaha buku mandiri mengikuti sesi pemaparan dengan antusias, mulai dari pengenalan platform digital, strategi pemasaran online, hingga praktik langsung pembuatan akun toko dan pengelolaan konten produk.
Dari Sentra Buku Konvensional ke Pasar Digital
Kwitang, nama yang akrab di telinga para pencinta buku, selama puluhan tahun dikenal sebagai sentra perdagangan buku terbesar dan tertua di Indonesia. Namun, seiring pergeseran kebiasaan konsumen yang lebih mengandalkan platform daring, geliat perdagangan di kawasan ini pun perlahan menyurut.
Melihat kenyataan tersebut, Dini Ayu menyampaikan kegelisahannya sekaligus semangat untuk menciptakan perubahan.
“Kegiatan ini bukan sekadar proyek tugas akhir, tetapi bentuk kepedulian saya terhadap keberlangsungan ekosistem literasi yang telah lama dijaga oleh para pedagang buku di Kwitang,” ungkap Dini saat membuka kegiatan.
“Saya percaya bahwa digitalisasi bukanlah ancaman, melainkan peluang. Dengan mempelajari cara berjualan online, Bapak dan Ibu pedagang bisa menjangkau pasar yang lebih luas tanpa meninggalkan jati diri Kwitang sebagai pusat buku bersejarah.”
Mendorong Literasi Melalui Teknologi
Dalam sesi pelatihan, para peserta dibekali pemahaman mengenai strategi penjualan digital, penggunaan media sosial, serta cara mengelola toko daring melalui platform e-commerce populer. Mereka juga mendapatkan panduan bagaimana mengambil foto produk yang menarik, menulis deskripsi buku yang efektif, dan menjaga interaksi dengan pelanggan secara profesional.
Beberapa peserta bahkan mengaku belum pernah membuka toko online sebelumnya. Namun setelah sesi berlangsung, sebagian besar mulai percaya diri untuk mencoba mengunggah katalog buku mereka ke marketplace atau media sosial.
“Awalnya saya pikir susah jualan online, tapi ternyata bisa juga, asal tahu langkah-langkah dasarnya,” ujar salah satu peserta, pedagang buku lawas yang telah berjualan lebih dari dua dekade di Kwitang.
Membuka Jalan Baru bagi Pelestarian Buku Fisik
Transformasi digital bukan berarti menghilangkan nilai-nilai yang telah tertanam di Kwitang. Sebaliknya, langkah ini diharapkan dapat membuka pasar baru bagi buku-buku fisik yang selama ini hanya mengandalkan penjualan langsung. Dengan teknologi, para pedagang kini bisa menjangkau pembeli dari luar kota, bahkan luar pulau, tanpa harus membuka cabang atau berpindah tempat.
Langkah ini juga berpotensi menghidupkan kembali minat baca generasi muda terhadap buku cetak yang sarat nilai sejarah, sastra, dan ilmu pengetahuan.
Di tengah kemajuan teknologi yang begitu cepat, keberlanjutan budaya literasi konvensional hanya bisa dicapai melalui adaptasi. Inisiatif Dini Ayu melalui pelatihan e-commerce ini menunjukkan bahwa sinergi antara semangat muda dan kearifan lokal dapat menghasilkan perubahan bermakna.